Penulis : Erwin Frimansyah S
Alumni Teknik Kimia UI & PESAN BISA
- Semasa hidup Imam Ahmad bin Hambal, terdapat cobaan berat yang mengusik akidah umat islam. Dunia Islam pada saat itu dipimpin oleh Khalifah al-Makmun, seorang khalifah yang terpengaruh pemikiran Mu’tazilah. Di antara pokok keyakinan Mu’tazilah ini adalah bahwa meyakini bahwa Alquran adalah makhluk.
Al-Makmun berusaha memaksakan keyakinan tersebut kepada semua rakyatnya, termasuk para ulama. Banyak ulama berpura-pura untuk menerima keyakinan ini demi menghindari penganiayaan,
Pada waktu itu, setiap ulama yang menolak keyakinan ini akan dianiaya dan dihukum dengan keras. Imam Ahmad bin Hambal, sebagai ulama paling terkenal di Baghdad, dibawa ke hadapan al-Makmun dan diperintahkan untuk berkeyakinan demikian. Ketika ia menolak, ia disiksa dan dipenjarakan. Penyiksaan yang dilakukan pihak pemerintah saat itu sangatlah parah. Diriwayatkan karena keras siksaannya, beberapa kali mengalami pingsan.
Pada suatu malam seusai disiksa dengan cambukan, Imam Ahmad ditahan di penjara yang gelap. Lalu ada seseorang dalam penjara yang memanggil beliau, “Apakah engkau Ahmad bin Hambal?”. Beliau menjawab, “Benar”.
Orang tersebut bertanya lagi, “Apakah engkau mengenalku?”. Beliau menjawab, “Tidak”.
Ia berkata kembali, “Aku Abul Haitsam, sang perampok & peminum khamr. Telah tercatat bahwa aku telah dicambuk 18 ribu kali. Aku mampu bersabar menanggungnya, padahal aku sedang ada di jalan setan. Maka bersabarlah engkau, karena engkau ada dijalan Allah!”
Setelah itu pihak pemerintah pun melanjutkan untuk mengikat dan mencambuk beliau. Setiap kali cambukan mendarat di punggung beliau, beliau teringat ucapan Abul Haitsam tersebut. Dan beliau berkata dalam hati, “Bersabarlah, engkau di jalan Allah wahai Ahmad!”
Akhirnya Allah menyelamatkan akidah umat islam melalui keteguhan Imam Ahmad ini. Dan dibalik itu, seorang perampok bernama Abul Haitsam pun ikut andil dalam penjagaan akidah yang benar, dengan kata-kata penyemangat yang ia utarakan kepada Imam Ahmad.
Ya. Abul Haitsam, si pemberi semangat sang Imam untuk tetap kokoh di atas kebenaran, walaupun dirinya sendiri bergelimang keburukan.
Dan beliau (Imam Ahmad) pun sering dalam doanya, meminta kepada Allah,
“Ya Allah, ampunilah Abul Haitsam, rahmatilah Abul Haitsam.”
- Pada masa Nabi Sulaiman alaihissalaam, terdapat kaum Saba’ yang dipimpin oleh Ratu Bilqis. Kaum Saba’ adalah kaum penyembah matahari pada waktu itu.
Burung Hud Hud, yang merupakan salah satu yang menjadi tentara Nabi Sulaiman melihat kaum ini sedang menyembah matahari. Rasa ghirah-nya yang tinggi terhadap kemungkaran ini, membuatnya bergegas untuk mengadukan hal ini kepada Nabi Sulaiman.
Dan hasilnya, informasi dari burung hud-hud membuat Nabi Sulaiman bergerak untuk berdakwah kepada pemimpin kaum Saba’ (yaitu Ratu Bilqis). Setelah menyaksikan mukjizat Nabi Sulaiman, Ratu Bilqis berubah menjadi mentauhidkan Allah (ia memeluk islam), yang kemudian diikuti para kaumnya yang juga berbondong-bondong mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kisah ini disebutkan dalam Al Quran Surat An Naml (27) ayat 20 sampai ayat 44.
Dibalik dakwah tauhid ini, terdapat peran penting yang dilakukan oleh burung Hud-Hud. Ghirah dan semangatnya dalam mengubah kemungkaran, menjadi awal diterimanya dakwah tauhid oleh Kaum Saba’.
Terkait dengan kisah ini, Abu Muadz Ar Rozi sampai berkata,
“Celakalah seseorang, yang burung Hud-Hud lebih baik dari dirinya.”
_________________________________________________________________
Dua kisah diatas mencontohkan amar ma’ruf nahi mungkar, yang dilakukan oleh makhluk Allah yang mungkin tidak kita sangka-sangka akan melakukannya: yaitu seorang perampok dan seekor burung. Dan amar ma’ruf nahi mungkar mereka ini, dengan izin Allah, berhasil menyebabkan perbedaan besar bagi dakwah Islam. Apa yang dilakukan seorang perampok, ternyata membantu meneguhkan kesabaran Imam Ahmad dalam mempertahankan dakwah akidah. Apa yang dilakukan seekor burung, dapat membuat berubahnya satu kaum dari syirik (menyembah matahari) menjadi tauhid (mengesakan Allah).
Mungkin pernah kita mendengar pernyataan berupa keraguan, seperti: “Bagaimana mungkin saya berkontribusi untuk umat islam padahal saya belum banyak memiliki ilmu?”
Untuk menanggapinya, jawabannya mungkin adalah sebuah hadits.
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).
Yaitu sampaikanlah nasihat-nasihat baik sebatas kemampuan & pengetahuan kita. Berkontribusilah sesuai kemampuan kita.
Bukankah nasihat yang dilakukan oleh Abul Haitsam dan nahi mungkar yang dilakukan burung hud-hud adalah sesuatu yang ringan dilakukan?
Ya.. Menolong agama Allah bisa dilakukan dengan perkara-perkara yang mudah dan ringan. Banyak sekali contoh-contoh yang bisa kita lakukan.
Kita bisa mengajarkan anak-anak baca tulis alquran, yang dengan ilmu tersebut anak anak bisa memulai langkah pertama mereka dalam membaca dan memahami al quran. Dan kita tidak tahu, mungkin diantara mereka akan ada yang Allah takdirkan menjadi ulama yang luas dan bermanfaat dakwahnya.
Kita bisa menjadi admin akun sosial media yang rutin membagikan informasi kajian, yang dengannya diharapkan akan ada orang yang mendapatkan hidayah melalui kajian tersebut.
Contoh lain dari buku berjudul “The Tipping Point”, terdapat sebuah pengamatan bahwa untuk menurunkan kriminalitas di salah satu kota di Amerika Serikat secara drastis, cukup dengan melakukan hal-hal yang terlihat kecil seperti membersihkan tembok-tembok dari coretan graffiti.
Small things matter!
Mungkin juga kita akan mendengar lagi pernyataan seperti, “Cukup ustadz saja yang berdakwah, dakwah orang biasa seperti kita tidak akan berpengaruh bagi kemajuan umat Islam.”. Atau, “Ini kan hanya amal shalih biasa yang sangat kecil pengaruhnya, pasti tidak ada bedanya jika saya tingalkan.”
Jika demikian, maka mungkin kita hanya bisa menjawab dengan sebuah hadits pula.
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun juga walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri” (HR. Muslim no. 2626).
Pada waktu itu Abul Haitsam mungkin tidak menyangka, bahwa kalimat singkat yang ia utarakan akan berkontribusi dalam penjagaan akidah umat islam dan membuat Imam Ahmad selalu mendoakannya.
Dan kita juga mungkin awalnya merasa heran, jika dikatakan bahwa sekadar informasi dari burung hud-hud menjadi awal mula berubahnya 1 kaum menuju tauhid.
Kita tidak tahu, efek sebesar apa yang bisa dihasilkan dari kebaikan yang kita lakukan.
Jangan remehkan setiap kebaikan kecil yang bisa kita lakukan. Karena kita pasti akan melihat ganjarannya, baik di dunia maupun di akhirat, untuk setiap amalan kita. Sekecil apapun amalan itu.
Ingat-ingatlah firman Allah:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (akibat)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (akibat)nya pula.” (QS Az Zalzalah : 7-8)
Referensi:
https://kisahmuslim.com/4362-perjalanan-hidup-imam-ahmad-bin-hanbal.html