Oleh : Aldi Alfarizi  -, PESAN 4, Teknik Metalurgi dan Material UI 2016

Manusia adalah sebaik-baik makhluk. Sampai-sampai pilihannya dapat membuat manusia lebih hina daripada binatang ternak ataupun lebih mulia daripada malaikat sekalipun. Setiap pilihan yang menghasilkan konsekuensi nantinya terus menjadikan sejarah bercerita dari waktu ke waktu. Sejarah tak pernah lepas dari perselisihan diantara manusia. Perselisihan sengit dari waktu ke waktu salah satunya berujung kepada hal-hal terkait konsep ketuhanan. Terdapat kisah menarik yang sanadnya (jalur periwayatanya) dijaga dan diteliti dengan baik. Sehingga, kisah ini benar adanya langsung dari sahabat nabi, Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu.

Dalam Tafsir Ath-Thabari -salah satu kitab tafsir Al Qur’an Tertua dalam sejarah,-Ibnu Abbas, seorang sahabat nabi meriwayatkan bahwa

كان بين نوح وآدم عشرة قرون، كلهم على شريعة من الحق، فاختلفوا، فبعث الله النبيين مبشرين ومنذرين

”Antara Nuh dan Adam ada 10 generasi. Mereka semua berada di atas syariat yang benar. Kemudian mereka saling berselisih. Kemudian Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan kabar peringatan. (Tafsir At-Thabari 4/275, Mu’assasah Risalah, syamilah)

Perselisihan ini terjadi karena sebuah sebab. Pada Nyatanya, sebab ini terus berulang dalam sejarah.

Perselisihan ini dimulai ketika wafatnya 5 orang shaleh pada zaman tersebut yaitu Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr[1]. Ibnu Abbas lanjut bercerita :

سْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ ، فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِى كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا ، وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ

Mereka adalah nama-nama orang soleh di kalangan kaumnya Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kaumnya untuk membuat prasasti di tempat-tempat peribadatan orang soleh itu. Dan memberi nama prasasti itu sesuai nama orang soleh tersebut. Merekapun melakukannya. Namun prasasti itu tidak disembah. Ketika generasi (pembuat prasasti) ini meninggal, dan pengetahuan tentang prasasti ini mulai kabur, akhirnya prasasti ini disembah. (HR. Bukhari 4920).

Penyembahan, Pengagungan terhadap sosok yang dirasa “Super Power” atau “Shaleh” atau “Berilmu” sering kali menjadi momok dalam sejarah. Dalam kasus yang tidak terlalu kompleks, mungkin hanya berdampak kepada hal-hal yang tak terkait konsep ketuhanan. Tapi dalam yang lebih besar lagi, bahkan pengagungan ini menyebabkan Fir’aun dapat membuat peraturan untuk membunuh setiap bayi laki-laki dari kalangan Bani Isra’il[2].

Beberapa Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini adalah :

  1. Butuh waktu 10 generasi agar setan dapat membuat manusia menyembah tuhan selain Allah Ta’ala. Dimana setiap generasi pada zaman tersebut dapat berumur ratusan tahun. Kisah ini mengingatkan kita bahwa setan memang “gak capek-capek” buat manusia agar terus bermaksiat kepada Allah.
  2. Setan akan menggiring manusia melakukan kemaksiatan dari hal yang merupakan dosa yang paling kecil. Bahkan bisa jadi melalui hal-hal yang makruh[3]. Atau bisa jadi melalui hal-hal yang mubah[4] sekalipun
  3. Dari waktu ke waktu, kebodohan menjadi akar permasalahan dari berbagai macam penyimpangan. Malas mencari apa yang sebenarnya terjadi dalam sejarah dapat menyebabkan penyimpangan ini terus terjadi
  4. Penyimpangan ini selalu dibuat dalam bentuk kongkrit yang dapat dilihat “Sustain” dari waktu ke waktu yang digunakan untuk memutarbalikkan fakta yang sebenarnya terjadi. Dalam kasus ini setan menggunakan prasasti
  5. Pergantian generasi dan dimatikannya orang-orang shaleh menjadi penyebab kebodohan terus merajalela
  6. Role-model banyak mempengaruhi dari kehidupan manusia, baik individu maupun kelompok
  7. Mengagumi sosok-sosok secara berlebihan tanpa ilmu menjadi salah satu cara setan menyesatkan manusia
  8. Dimana ada kesesatan, Allah Ta’ala juga mengutus orang-orang yang akan mengingatkan mereka agar kembali ke jalan yang benar

Masih banyak pelajaran yang bisa diambil, semoga kisah ini bisa menjadi refleksi diri terutama bagi diri penulis sendiri.

Wallahu A’lam

[1] Lihat Q.S. Nuh ayat 23

[2] Lihat Q.S Al Qashash ayat 4

[3] Perkara-perkara yang jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala, dikerjakan tidak apa-apa.

[4] Perkara-perkara yang dikerjakan maupun ditinggalkan tidak apa-apa.

Referensi

Al Qur’an

Bahraen, Raehanul. Sejarah Kesyirikan Pertama di Muka Bumi. Diakses melalui : https://muslimafiyah.com/sejarah-kesyirikan-pertama-di-muka-bumi-dan-di-jazirah-arab.html

 

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *