Oleh : Ustadz Nur Fajri Ramadhan

@nf_rom
1 Oktober 2016

Sebagaimana permintaan salah seorang pembaca Kulwap yang disetujui banyak pengurus, penulis sudah janjikan beberapa pekan yang lalu, setelah menyelesaikan tadabbur surat ‘Abasa kita akan menyinggung beberapa tanda kiamat. Pembahasan ini akan kita bahas setiap kali menyelesaikan tadabbur satu surat demi satu surat insyaAllah. Penulis akan merangkum apa yang ditulis oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir rahimahullah (w. 774 H, selanjutnya disebut Al-Hafidzh saja) dalam bagian akhir kitab Al-Bidayah wan Nihayah yang memuat riwayat-riwayat tentang kejadian di akhir zaman.

 

Pembahasan pertama setelah menyebutkan beberapa tanda kiamat yang sudah atau sedang terjadi, Al-Hafidzh menjelaskan tentang Imam Mahdi. Bahkan beliau memiliki sebuah buku kecil khusus menjelaskan tentang Imam Mahdi. Al-Hafidzh menegaskan sejak awal bahwa Imam Mahdi ini bukanlah yang diklaim oleh pihak tertentu bahwasanya ia adalah Muhammad bin Hasan Al-‘Askari yang dihikayatkan masuk ke suatu ruang bawah tanah di kota Samara, Irak, di tahun 260 H ketika berusia lima tahun kemudian belum keluar hingga hari ini. Konon, ia akan keluar kelak di akhir zaman. Mitos ini dalam liretatur pihak tersebut diberi istilah “Al-Ghaibah”. Al-Hafidzh mengomentari dongeng ini, “Sunggguh yang demikian itu tidak ada faktanya, tidak ada bukti, tidak pula ada haditsnya.”

 

Meyakini Imam Mahdi akan muncul di akhir zaman sebagai salah satu tanda kiamat merupakan keyakinan mendasar Ahlussunnah waljamaah. Hampir semua kitab akidah Aswaja pasti menyinggung tentang keyakinan ini. Hadits-hadits tentang akan munculnya Imam Mahdi sangat banyak hingga mencapai level mutawatir maknawi. Hadits mutawatir maknawi ialah hadits yang lafalnya berbeda-beda namun kalau hadits-hadits yang lafalnya berbeda namun sama kandungan maknanya ini dikumpulkan akan sangat banyak sekali, mencapai mutawatir.

 

Di antaranya ialah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada akhir umatku akan keluar Al-Mahdi. Allah menurunkan hujan kepadanya, bumi mengeluarkan tumbuhannya, harta akan dibagikan secara merata, binatang ternak melimpah, dan umat menjadi mulia.” [Hr Al-Hakim]

 

Harta dan kesuburan Bumi di masa beliau sangat melimpah hingga salah seorang rakyatnya berkata, “Wahai Mahdi, berilah aku harta!” Maka Imam Mahdi berkata, “Ambillah!” [Hr Ibnu Majah] Dalam riwayat At-Tirmidzi: “Maka Al-Mahdi pun mengeruk dengan kain pakaiannya sekeruk harta semampu yang ia bawa.”

 

“Masa kenabian akan berlangsung di tengah kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode raja-raja yang lalim selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode raja-raja diktator dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad shallalahu alaihi wa sallam diam.” [Hr Ahmad]

 

Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan khilafah ‘ala minhaj nubuwwah ialah khilafah yang diawali Al-Mahdi sebagaimana Nabi bersabda, “Akan memimpin setelahku para khalifah. Setelah itu para umara’. Setelah itu para raja. Setelah itu para diktator. Setelah itu muncul seseorang dari Ahlu Baitku.” [Hr Ad-Daraquthni]

 

Hadits lain tentang Al-Mahdi ialah: “Seandainya dunia tidaklah tersisa melainkan sehari saja, niscaya Allah akan mengutus seorang laki-laki dari keturunanku yang akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezaliman.” [Hr Ahmad].

 

Berdalilkan hadits ini, Al-Hafidzh dan para ulama lainnya meyakini bahwa Imam Mahdi akan muncul sebelum Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, bukan setelah beliau. Itu karena Nabi ‘Isa menegakkan keadilan.

 

Di antara hal yang mendukung bahwa Al-Mahdi muncul sebelum turun Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dan akan berkolaborasi dengan Nabi ‘Isa ialah sabda Nabi: “Imam mereka adalah seorang laki-laki yang shalih. Ketika pemimpin mereka hendak maju ke depan untuk mengimami dalam shalat subuh, tiba-tiba turunlah Isa bin Maryam, maka mundurlah imam mereka ke belakang supaya Isa maju untuk mengimami shalat. Isa lalu meletakkan tangannya di antara dua bahunya (pemimpin mereka) sambil berkata, ‘Majulah engkau dan pimpinlah shalat, karena sesungguhnya ia ditegakkan untuk kalian.’ Akhirnya pemimpin mereka pun mengimami mereka shalat.” [Hr Ibnu Majah]. Imam As-Suyuthi (w. 911 H) mengemukakan riwayat dari Musnad Al-Harits bahwa imam tersebut merupakan Imam Mahdi.

 

Nabi juga telah memberikan banyak petunjuk tentang pribadi beliau bahkan mendeskripsikan sebagian sifat fisik beliau. “Dahinya lebar, hidungnya mancung.” [Hr Abu Dawud]

 

“Ia dari Ahlu Baitku. Namanya menyamai namaku. Nama ayahnya sama dengan nama ayahku.” [Hr Abu Dawud]

 

“Al-Mahdi dari ‘itrahku (keturunanku), dari keturunan Fathimah.” [Hr Abu Dawud]

 

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu suatu hari memandang kepada putra beliau, Al-Hasan, lalu berkata, “Sesungguhnya putraku ini pemimpin sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam nubuwatkan. Kelak akan lahir dari sulbinya seorang lelaki yang namanya seperti nama Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perangainya menyerupai perangai beliau, tetapi fisiknya tidak.[Hr Abu Dawud]

Hadits-hadits inilah yang menjadi bukti bahwa Imam Mahdi yang diklaim oleh pihak tertentu tadi pasti keliru, sebab nama ayahnya ialah Hasan Al-‘Askari (w. 260 H), bukan ‘Abdullah. Apalagi ia juga sebenarnya tidak memiliki putra kandung sebagaimana disebutkan oleh salah satu pakar sejarah terbesar Ahlussunnah, Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) dan salah satu tokoh terpenting pihak tersebut, Al-Kulaini (w. 329 H). Bahkan uniknya imam-imam pihak tersebut sebelumnya sejak yang keempat hingga yang kesebelas, yakni Hasan Al-‘Askari sendiri, seluruhnya keturunan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma, bukan keturunan Al-Hasan radhiyallahu ‘anhuma.

 

Selanjutnya Al-Hafidzh menyebutkan beberapa peristiwa menjelang dan fenomena menggembirakan di masa kepemimpinan Al-Mahdi. Nabi bersabda, “Akan terjadi perselisihan setelah wafatnya seorang pemimpin. Lalu keluarlah seorang lelaki dari penduduk Madinah mencari perlindungan ke Mekkah. Kemudian datanglah beberapa orang dari penduduk Mekkah kepada lelaki ini, lalu mereka membai’at Imam Mahdi secara paksa, maka ia dibai’at di antara salah satu rukun (sudut Ka’bah) dan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di antara Mekkah dan Madinah.

 

Bila hal itu dilihat oleh orang-orang maka ia didatangi oleh orang-orang shalih nan ahli ibadah dari Syam serta orang-orang terbaik dari dari Iraq untuk berbai’at kepadanya. Kemudian muncul seorang lelaki dari Quraisy yang pamannya dari kabilah Kalb. Lelaki ini akan membawa pasukan untuk menentang Imam Mahdi, tetapi pasukan al-Mahdi berhasil mengalahkan mereka. Kerugian bagi orang yang tidak menyaksikan harta rampasan perang kabilah Kalb. Imam Mahdi akan membagi-bagikan harta dan beramal mengikut sunnah Nabi mereka di tengah manusia. Ketika itu kedudukan Islam kian kokoh. Dia akan memerintah selama tujuh tahun kemudian wafat dan jenazahnya dishalatkan oleh umat Islam.” [Hr Abu Dawud]

 

Dalam riwayat At-Tirmidzi terdapat penjelasan tentang perselisihan yang terjadi setelah wafatnya seorang pemimpin itu. “Akan ada tiga orang putra khalifah yang akan saling berperang, tetapi tidak seorang pun menang dan memperoleh kekuasaan. Kemudian datanglah bendera-bendera hitam dari arah timur.”

 

“Akan muncul dari arah timur orang-orang yang membawa bendera hitam. Mereka akan meminta kebaikan tetapi tidak diberi. Mereka akan berperang dan akan menang. Mereka pun mendapat kebaikan yang mereka minta sebelumnya, tetapi mereka justru tidak menerimanya hingga mereka memberikannya kepada seorang lelaki dari Ahlu Baitku. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya ia dipenuhi kezaliman. Jika kalian telah mendapati zaman itu maka berbai’atlah dengannya walaupun kalian harus merangkak di atas salju.” [Hr Ibnu Majah]

 

“Akan muncul sekelompok manusia dari arah timur, mereka akan menyokong kepemimpinan Al-Mahdi.” [Hr Ibnu Majah]

 

“Muncul seseorang bernama Al-Harits, yang berprofesi sebagai petani, dari negeri di balik sungai. Di hadapan lelaki ini ada seseorang bernama Manshur, yang menyokong berkuasanya seorang keluarga Muhammad sebagaimana para shahabat dari Quraisy dahulu menyokong Rasulullah. Wajib atas setiap muslim untuk menolong atau menjawab panggilannya.” [Hr Abu Dawud]

 

Sungai yang dimaksud seperti tertulis dalam ‘Aunul Ma’bud, syarh Sunan Abu Dawud, yakni sungai Amu Darya, sebuah sungai besar di Asia Tengah. Negeri-negeri seperti Uzbekistan dan Turkmenistan memang disebut negeri-negeri di balik sungai, bilad maa wara-an nahr, karena posisinya dari Arab berada setelah sungai besar ini.

 

Dengan para penyokong dari Irak dan Syam inilah Imam Mahdi kelak akan muncul. Sebelumnya Allah telah mengampuni dosa Al-Mahdi, membimbing dan memberi beliau ilham. Demikianlah penjelasan Al-Hafidzh berkaitan hadits: “Al-Mahdi dari Ahlu Baitku. Allah akan memperbaikinya dalam semalam.” [Hr Ahmad]

 

Demikian. Wallahu a’lam.

Related Posts

One thought on “Imam Mahdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *