Oleh : Aldi Alfarizi
Gw pernah ke sebuah seminar yang mengundang para diaspora -sebutan untuk orang indonesia yang bekerja di luar negeri pada saat itu- yang kebetulan memang dibuka untuk umum. Waktu itu, mahasiswa juga turut serta hadir kesana. Hotel tempat dilaksanakannya seminar itu adalah Hotel JS Luwansa, yang kala itu turut mengundang Jusuf Kalla sebagai pembicara pembuka seminar. Mereka yang bekerja dan/atau memiliki perusahaan sekelas multinasional atau internasional pada saat itu hadir meramaikan seminar.
Datang bersama dua teman gw yang lain yang kebetulan satu SMA, kami (mungkin) pertama kali merasakan coffea break yang tidak disediakan tempat duduk untuk makan sama sekali. Pada saat coffea break, kita menyeduh teh dan mengarah ke salah satu sudut ruangan karena sejujurnya kita malu dengan pembicaraan yang sering dibuka pada saat coffea break yang hanya 15-20 menit itu karena notabene berbicara tentang perusahaan dan mimpi besar mereka masing-masing.
Tiba-tiba ibu-ibu yang juga ingin menyeduh teh mendatangi kami dan memulai pembicaraan dengan berkata
“Dek, kalau boleh tahu darimana?”
Jawab gw “Saya dari Depok bu”
“Masih kuliah ya? kuliah di mana?
Jawab gw “Di UI bu”
“Oh UI, jurusan apa dek?”
jawab gw “Jurusan Teknik Metalurgi dan Material bu”
“Oh dulu yang geografi itu ya? iya saya juga banyak kenalan di UI”
jawab gw “Hehe, bukan bu sebenernya lebih deket ke teknik mesin sih bu”
Lanjut pembicaraan kami dengan ibu itu sampai suaminya datang dan secara tersirat mengajak ibu itu untuk ke tempat lain.
“Ini kartu nama saya, mungkin sewaktu-waktu kita bisa kontak kontakan”
Ibu itu bersama suaminya pergi dan kita baru membaca kartu nama ibu tersebut ketika telah pergi.
Beberapa saat setelah itu, gw langsung bertanya kepada temen gw “Wah, wkwk malu gw kesini, udah gitu kita gak punya kartu nama lagi wkwk. Tapi kenapa ya kok ibu itu sama sekali gk kenalan sama kita dan gak nyebutin namanya sama sekali juga ya?”
Sontak temen gw menjawab “Iya orang-orang kayak gini mah banyak yang opportunist, Di. Gw sebelumnya juga pernah sekali ke seminar kayak gini bareng bapak gw. Ya, kalo mereka ketemuan ya mereka nanya darimana. Dengan nanya kayak gitu dia bisa menilai dia bakal dapet benefit apa dari lawan bicaranya. Ya, tapi kalo udan diliat gak bakal dapet apa-apa ya paling basa-basi doang. Makanya sebenernya coffea break ini saat yang ditunggu mereka banget. Ya, mereka bisa jalin relasi dan koneksi pake coffea break ini. Seminarnya mah ga terlalu penting”
“Oh gitu ya, baru pertama kalo nih gw ikut seminar kayak gini soalnya wkwk”
Pelajaran yang bisa gw ambil kala itu adalah ternyata orang-orang besar selalu memanfaatkan kesempatan dan waktu sekecil apapun untuk mengambil manfaat sebanyak banyaknya termasuk di dalamnya membangun relasi. Mereka juga gak sungkan-sungkan buat memulai interaksi dengan lawan bicara terlebih dahulu.
Tapi ada satu teguran yang kala itu menjadi teguran buat kita bertiga pada saat itu. Bahwa, ketika kita jadi orang besar, kita jangan sampai jadi orang yang Opportunist. Opportunist adalah sebutan orang yang melakukan “Opportunism”.
Meminjam definisi dari dictionary.com, Opportunism disini diartikan sebagai :
“the policy or practice, as in politics, business, or one’s personal affairs, of adapting actions, decisions, etc., to expediency or effectiveness regardless of the sacrifice of ethical principles”
“kebijakan atau praktik, seperti dalam politik, bisnis, atau urusan pribadi seseorang, tentang tindakan, keputusan, keputusan, dan lain-lain, terhadap kemanfaatan atau efektivitas terlepas dari pengorbanan prinsip-prinsip etika”
Entah pembaca sepakat dengan arti tentang sikap opportunism, gw yang mungkin masih memiliki sifat ini di dalam diri ingin berusaha untuk sedikit demi sedikit membumihanguskan atau meminimalisir sikap ini ketika gw berinteraksi dengan orang lain.
Gw bersyukur ditempatkan di Ffkultas dan jurusan yang ketika gw berinteraksi gw diajarkan memperkenalkan nama gw kepada lawan bicara gw dan memperhatikan “attitude” ketika berinteraksi. Karena ternyata, diluar sana, banyak yang udah gak peduli siapa lu, bahkan dia gak peduli siapa nama lu. Mereka hanya mengingingkan apa yang memang dia butuhkan dari lu.
Akhirnya, kini banyak individualis (Negeri) yang mencengkeram orang-orang yang tak bisa berbuat apapun untuk mereka.
Kolam Renang Air Panas Pamijahan, Bogor, Jawa Barat
Diselesaikan pukul 21.24
24 Januari 2018