- Senantiasa mengingat sang kekasih (Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam) dengan hatinya dan memuji dengan lisannya.
Salah seorang yang bijak pernah berkata : “Suatu yang mustahil anda mengenalnya (Nabi) tapi tidak mencintainya, dan suatu yang mustahil (pula) anda mencintainya tapi tidak mengingatnya.”
- Mendahulukan kecintaan kepada Nabi atas kecintaan pada dirinya dan seluruh makhluk
Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya : ” Bagaimana kecintaan kalian kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wasallam ?
Beliau berkata : “Demi Allah! Beliau lebih kami cintai daripada harta-harta, anak-anak, bapak-bapak, dan ibu-ibu kami dan air dingin
ketika dahaga.” (Asy-Syifa bi Ta’rifil Huquqil Musthafa, 2/22)
- Rindu terhadap pertemuannya dan melihatnya di dunia dan akhirat
Kecintaan adalah api dari kerinduan yang tidak (akan) tenang hingga bertemu yang dicintainya. Adapun kepedihan tumbuh dan bertambah ketika adanya kerinduan hati pecinta dengan yg dicintainya. Seseorang berkata : ” Sungguh, api cinta telah menyala dalam hatiku, maka siapa yang dapat menyembuhkannya dengan pengobatan?”
- Persiapan totalitas untuk pengorbanan diri dan harta karena Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam
Hal ini karena cinta yang hakiki dan makna yang tertingginya adalah pemberian dan pengorbanan. Barangsiapa yang merasakan rasanya cinta, (maka pecinta) mengorbankan untuk yang dicintainya dengan segala harta, jiwa, harta dan anak yang dimilikinya.
Sikap cinta ini telah dicontohkan para Sahabat Rasulullah yang mulia seperti : Abu Bakr Ash-Shiddiq dalam peristiwa hijrah, Abu Thalhah dalam pengorbanannya di perang Uhud, Zaid bin Datsinah dalam pengorban nyawanya demi Rasūlullāh, dan lain-lain.
- Mengikuti dan menirunya dalam seluruh aspek akhlak, perbuatan, perkataan dan bekas-bekas jejaknya.
Mengikuti (yang dicintai) adalah tanda kecintaan. Barangsiapa yang mengklaim kecintaan kepada sesuatu tetapi enggan mengikutinya maka dia adalah pendusta dalam klaimnya. Klaim semata tidak menjadikan kita pecinta hakiki, sebagaimana yang dilakukan Yahudi dan Nashrani dalam sangkaannya (QS. 5:18).
Abid Fathurrahman Arif
Ahad, 10 Rabi’ul Awwal 1443 H/17 Oktober 2021
Referensi :
Al-Azhari, Luqmanul Hakim. 2016. Nihāyat ash-Shafā fī Mahabbati an-Nabiyy al-Musthafā shallallāhu alaihi wasallam. Kairo : Dār ash-Shālih