Ketika dakwah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam terasa berat tantangannya dan dibarengi dengan dukacita atas wafatnya dua tokoh pendukung dakwah beliau, maka Allah subhanahu wa ta’ala menghibur beliau dengan peristiwa Isra dan Mi’raj.

Para ulama berbeda pendapat terkait waktu peristiwa tersebut. Menurut Al-Mubarakfuri (2004) dalam Kitab “Ar-Rahiq al-Makhtum Bahtsun fi as-Sirah an-Nabawiyah” , ada enam pendapat para pakar tafsir dan sejarah yang dirangkum sebagai berikut :

  1. Ath-Thabari : Peristiwa tersebut terjadi pada awal tahun kenabian Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
  2. Al-Qurthubi dan An-Nawawi : Peristiwa tersebut terjadi pasca lima tahun pengangkatan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.
  3. Al-Manshurfuri : Peristiwa tersebut terjadi pada malam ke-27 bulan Rajab tahun ke-10 kenabian. (Ini yang masyhur ditengah masyarakat saat ini)
  4. Anonim I : 16 bulan pra-Hijrah, tepatnya bulan Ramadhan tahun ke-12 kenabian.
  5. Anonim II : 1 tahun 2 bulan pra-Hijrah, tepatnya bulan Muharram tahun ke-13 kenabian.
  6. Anonim III : 1 tahun pra-Hijrah, tepatnya bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-13 kenabian.

Perbedaan ini didasari sudut pandang yang beragam. Ada yang berpandangan pada sebuah kejadian, seperti sudah tersebarnya Islam di Mekkah dan lain sebagainya. Dan ada yang berpandangan pada jumlah bulan setelah diutusnya Nabi ataupun sebelum hijrahnya Nabi. Tetapi yang harus diyakini, bahwasannya peristiwa Isra dan Mi’raj terjadi pasca diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, dan sebelum hijrah dari Mekkah ke Madinah.

Kewajiban kita sebagai umat islam yang meneladani Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah meyakini kebenaran peristiwa ini dengan tunduk tanpa menganalogikannya dengan akal.

Diantara faedah persitiwa Isra Mi’raj yang dapat ditinjau dari tiga inti ilmu agama Islam adalah :

  1. Akidah mengajari kita mempercayai yang ghaib yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Kita juga meyakini kemahatinggian Allah diatas hamba-hambaNya. Tidak boleh meyakini Allah bersatu dengan makhluk secara fisik (hissiyyah), krn Allah tidaklah sama dengan Makhluk-Nya.
  2. Fikih mengajari kita agar menunaikan Salat Fardhu dengan tatacara yang benar. Salat adalah ibadah yang paling agung, karena kesakralan perintah dan peristiwa yang mengiringinya. Tidak selayaknya seorang Muslim yang memperingati Isra Mi’raj tidak menunaikan Salat Fardhu dengan benar.
  3. Adab dan Akhlak mengajari kita agar menghormati para orang saleh dari kalangan nabiyyin, shiddiqqin, syuhada dan awliya. Diantara cara menghormatinya adalah mengikuti nasehatnya yang bermanfaat. Kita juga harus mengonsumsi makanan dan minuman yang halal agar menyehatkan jasmani dan rohani.

Semoga Allah karunia kita hikmah dalam menghayati peristiwa Isra dan Mi’raj. Amin Ya Rabbal Alamin

Abid Fathurrahman Arif
(Mudir Pesantren Kosan Yayasan BISA)
Bekasi, 27 Rajab 1443 H/28 Februari 2022

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *