Penulis: Ustadz Nur Fajri Romadhon, Lc
@nf_rom
30 Jumadil Akhir 1439 H
Imam An-Nawawi (w. 676 H) mewakili madzhab Syafii menyatakan:
قال أصحابنا: ومن الصوم المستحب صوم الأشهر الحرم، وهي: ذو العقدة وذو الحجة والمحرم ورجب، وأفضلها المحرم.
“Berkata ulama-ulama Syafiiyyah: Di antara puasa yang disunnahkan ialah puasa pada bulan-bulan haram, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dari keempat bulan ini yang paling afdhal ialah bulan Muharram.” [Al-Majmu’ (6/439)]
Puasa di keempat bulan haram yang Allah sebutkan di Qs 9:36 ini juga dinyatakan sunnah hukumnya dalam madzhab Hanafi seperti dinyatakan Imam As-Sarakhsi (w. 490 H), madzhab Maliki seperti dinyatakan Al-Kharasyi (w. 1101 H), dan madzhab Hanbali seperti ditegaskan Al Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620 H).
Memperbanyak berpuasa sunnah di bulan Rajab bukanlah hal baru yang tercela dalam agama.
Imam Al-Mardawi (w. 885 H), salah seorang ulama Hanabilah terkemuka, menyatakan:
وأما صيام بعض رجب، فمتفق على استحبابه عند أهل المذاهب الأربعة لما سبق، وليس بدعة.
“Berpuasa pada sebagian bulan Rajab disepakati kesunnahannya oleh ulama dari madzhab yang empat. Dan bukanlah bid’ah.” [Al-Inshaf (3/245)]
*
Di antara dalil disyariatkannya puasa ini ialah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
صم من الحرم واترك
“Puasalah sebagian dari bulan-bulan haram dan jangan puasa seluruhnya.”
[Hr Abu Dawud dan beliau tidak komentar yang berindikasi beliau minimal menghasankannya]
*
Al-Hafidzh Ibnu Shalah (w. 643 H) pernah ditanya apakah orang yang berpuasa sunnah di bulan Rajab mendapat pahala ataukah mendapat dosa?
Beliau menjawab:
“لا إثم عليه في ذلك، ولم يؤثمه بذلك أحد من علماء الأمة فيما نعلمه، بل قال حفاظ الحديث: لم يثبت في صوم رجب حديث، أي فضل خاص، وهذا لا يوجِب زهداً في صومه؛ بما ورد من النصوص في فضل الصوم مطلقاً، والحديث الوارد في سنن أبي داود في صوم الأشهر الحرم كاف في الترغيب.”
“Dia tidak berdosa. Dan tidak ada ulama Islam yang menyatakan dia berdosa sepanjang pengetahuan saya.
Memang para ulama hadits menyatakan bahwa tidak ada hadits yang shahih terkait keutamaan puasa sunnah Rajab secara khusus. Tetapi ini tidak menyebabkan kita tidak puasa di bulan tersebut. Itu karena banyaknya hadits-hadits tentang keutamaan memperbanyak puasa sunnah secara umum. Apalagi hadits riwayat Abu Dawud tentang disunnahkannya memperbanyak puasa sunnah di bulan-bulan haram sudah cukup menjadi motivasi untuk berpuasa di bulan Rajab.”
[Mawahibul Jalil (2/411)]
*
Adapun cara berpuasa di bulan-bulan haram ini ialah sebagaimana yang dinyatakan Imam Ahmad (w. 241 H):
وقال أحمد: “وإن صامه رجل أفطر فيه يوماً أو أياماً بقدر ما لا يصومه كله.”
“Jika seseorang ingin memperbanyak puasa sunnah di bulan-bulan haram ini maka hendaklah ia juga sengaja tidak berpuasa sehari atau beberapa hari agar tidak berpuasa sebulan penuh.” [Al-Mughni (3/53)]
Sebagaimana dinyatakan Imam Al-Mardawi di atas, puasa bulan-bulan haram (termasuk Syaban) secara tidak penuh sebulan adalah hal yang disunnahkan menurut kesepakatan ulama.
Akan tetapi Madzhab Syafii memiliki pandangan bahwa seandainya ada yang mampu berpuasa penuh di bulan-bulan itu, maka ia tetap mendapatkan keutamaan. Imam An-Nawawi menyatakan:
إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة
Nabi memerintahkan agar jangan berpuasa di sebagian bulan haram hanyalah karena hal itu menyulitkan Al-Bahili sebagaimana tersirat dari kelengkapan hadits di awalnya. Adapun bagi yang tidak kesulitan, maka berpuasa sepenuh bulan merupakan keutamaan. [Al-Majmu’ (6/439)]
Namun, penulis dalam praktek lebih memilih apa yang dikatakan Imam Ahmad dan para ulama lainnya. Terlebih lagi Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan:
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa selama satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa padanya (dibandingkan) pada bulan Sya’ban.”
[Hr Al-Bukhari-Muslim]
*
Memang, madzhab Hanbali, sebagaimana ditegaskan Al-Muwaffaq Ibu Qudamah, memakruhkan puasa jika dikhususkan hanya pada bulan Rajab.
Tetapi Imam Ibnu Muflih (w. 763 H), murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (w. 728 H), menyatakan bahwa dalam madzhab Hanbali kemakruhan ini akan hilang jika tidak puasa penuh walau hanya tidak berpuasa sehari. Kemakruhan juga hilang jika berpuasa sunnah juga walau sehari di bulan lain. [Al-Inshaf (3/245)]
*
Akan tetapi perlu diingat bahwa memperbanyak puasa sunnah di bulan Muharram dan Syaban lebih afdhal daripada di bulan Rajab, Dzulqa’dah, maupun Dzulhijjah.
Imam An-Nawawi menjelaskan:
وأفضلها المحرم، ويلي المحرم في الفضيلة شعبان، وقال صاحب البحر: رجب أفضل من المحرم. وليس كما قال”
“Bulan terbaik utk memperbanyak puasa sunnah ialah Muharram lalu Syaban. Adapun klaim Imam Ar-Ruwwiyyani: ‘Memperbanyak puasa sunnah di bulan Rajab lebih afdhal dari di bulan Muharram,’ maka ucapan beliau ini tidaklah tepat.” [Raudhah Thalibin (2/388)]
*
Akhir kata, mari siapkan diri kita menyambut bulan Rajab nan suci (haram) ini, juga untuk menghadapi Syaban dan Ramadhan.
Imam Ibnu Abi Syaibah (w. 235) meriwayatkan:
وعن ابن عمر -رضي الله عنهما- أنه: “إذا رأى الناس وما يُعِدون لرجب كره ذلك”
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma membenci orang-orang yang tidak menyiapkan apa-apa menjelang bulan Rajab. [Mushannaf Ibn Abi Syaibah (2/513) dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil (4/114)].
*
Kesimpulan:
1. Memperbanyak puasa Sunnah di bulan-bulan haram disunnahkan menurur madzhab yang empat.
2. Bulan-bulan haram yang disebutkan dalam Qs 9:36 adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
3. Puasa di sini sebaiknya tidak sampai sebulan penuh meski ada pendapat yang menyatakan hal tersebut tetap sebuah keutamaan.
4. Cara mengamalkannya dapat dengan berpuasa di hari apapun, bisa juga dengan sekaligus puasa Senin-Kamis, puasa Dawud, puasa Ayyamul Bidh, ataupun puasa 3 hari per bulan.
4. Banyak hadits yang tidak shahih terkait puasa bulan Rajab.
5. Jangan lupa untuk sempatkan puasa sunnah juga pada bulan haram lainnya selain Rajab seperti di Dzulqa’dah sebagaimana juga di bulan Dzulhijjah dan Muharram.
Wallahu a’lam.