Penulis: Nisa Larasati, S.K.M
(Alumnus Ilmu Kesehatan Lingkungan FKM UI & Pengurus PESAN 2016-2018)
ان الله يحب لمتو كلين
Salah satu hadiah terbaik yang Allaah kasih untuk para hamba-Nya adalah konsep tawakal menurut saya. Menjaga kewarasan diri tetap stabil dalam short dan long term dengan bertawakal kepada Allaah.
Untuk short term, rasa tawakal kepada Allaah menjadikan hati tetap tenang ketika menghadapi situasi yang cukup penting. Misalnya ketika menunggu keluarnya nilai di akhir semester. Segala doa dan usaha (termasuk bertawakal) telah dilakukan sepanjang satu semester namun masih belum cukup karena yang menentukan nilai adalah para dosen. Meski dengan perhitungan kuantitatif nilai dapat diprediksi, tapi kejutan masih sering terjadi. Maka cukuplah yakin Allaah akan mencukupkan keperluan hamba-Nya melalui hati para dosen dalam memberikan nilai. Dan pada akhirnya Allaah akan memberi yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Kekecewaan jika nilai yang keluar tidak sesuai ekspetasi awal dapat terobati.
Dalam jangka waktu yang cukup lama, konsep tawakal dapat menghadirkan ketenangan diri setiap kali perasaan was-was muncul. Kekhawatiran akan masa depan adalah sebuah keniscayaan yang dialami banyak orang. Maka beruntunglah orang yang sudah terbiasa hatinya untuk bertawakal kepada Allaah. Ketika dirinya sudah meminta pertolongan kepada Allaah, berusaha dengan ikhtiar dan tawakal maka kekhawatiran bisa tergantikan dengan ketenangan hati. Mengingat Allaah tidak akan mendzalimi para hamba-Nya maka segala keputusan yang Allaah tentukan dapat kita terima dengan ikhlas.
Menariknya, selama ini konsep yang saya pahami bahwa jalan yang mesti ditempuh seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan adalah dengan urutan mulai dari berusaha, berdoa, lalu bertawakal. Namun setelah memetik pelajaran dari para asatidz -semoga Allaah menjaga mereka-, sesungguhnya langkah awal yang dilakukan seseorang adalah dengan meminta pertolongan kepada Allaah kemudian berikhtiar termasuk konsep tawakal di dalamnya.
Meminta pertolongan kepada Allaah dilakukan sebelum melakukan sesuatu karena kita tidak mengetahui dengan pasti apakah hal yang akan kita lakukan akan membawa kebaikan atau malah sebaliknya. Kita hanya dapat mengukur dan memprediksi risiko-risiko yang akan terjadi maka meminta pertolongan kepada Allaah adalah sebuah langkah yang diambil sejak awal bukan meletakannya pada bagian akhir.
Berikhtiar semaksimal mungkin dengan memerhatikan rambu-rambu syari’at karena yang kita harapkan bukan hanya hasil sementara namun berharap akan dicatat dalam keabadian sebagai amal yang baik. Dan tawakal adalah bagian dari ikhtiar. Tawakal perlu diperjuangkan karena tidak semua orang dapat bertawakal kepada Allaah dalam segala urusannya. Betapa banyak orang yang kecewa dan frustasi karena hasil akhir yang tidak diharapkan. Padahal sejatinya hasil adalah milik Allaah. Orang yang bertawakal dapat dengan berlapang dada menerima semua keputusan yang Allaah berikan.
Maka beruntunglah orang-orang yang hatinya senantiasa bertawakal kepada Allaah. Seperti pada ayat 159 dari surat Al ‘Imron di awal tulisan ini,
Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.
Meraih kecintaan dari Allaah adalah sebuah pencapaian hamba yang lebih besar daripada hasil-hasil yang ingin diraih dalam urusannya. Hingga ia tidak berlarut dalam kekecewaan meski terkadang hasil tidak sesuai dengan perencanaannya.
فإذاعزمت فتو كل الله
Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allaah.
Masih pada ayat yang sama, Allaah tidak memerintahkan kita untuk khawatir atas segala yang kita telah niatkan. Fokuslah untuk meraih kecintaan Allaah dengan sebab bertawakal kepada-Nya. Kewarasan diri dalam menjalani hidup pun diperoleh sebagai bonus tambahan.
Doa untuk senantiasa bertawakal kepada Allaah:
رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal, dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.
(Al Mumtahanah [60]: 4).
Selasa Pagi, 9 Oktober 2018