Hablumminaallah, yaitu hubungan dengan ALLAH SWT sebagai Tuhannya, manusia juga dituntut harus mampu untuk menjalankan Hablumminannas, sebuah kewajiban untuk menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia agar bisa menjalani kehidupannya di dunia ini secara seimbang. Selain saling mengenal, manusia juga sangat dianjurkan agar dapat menjalin hubungan yang baik antar sesamanya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran, surah Al-Hujurat ayat 10-12: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Para pemuda muslim yang dalam keseharian menjalankan beragam perannya, sebagai pelajar, wirausaha dan profesi lain dalam kehidupan sosial lainnya. Hal ini memungkinkan bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai kalangan dan latar belakang. Namun, tidak bisa dipungkiri, era modernisasi dan globalisasi seperti dewasa ini memaksa para pemuda muslim bisa mengikuti perubahan setiap detiknya bila tidak ingin tergilas zaman, termasuk dalam interaksinya dengan orang lain. Belum lagi gempuran informasi yang bertubi-tubi dari seluruh penjuru dunia, dan dari berbagai media yang tidak semuanya memberikan dampak positif bahkan tidak jarang mengajak ke arah kerusakan akhlak atas nama modernisasi. Hal ini yang kadangkala membuat para pemuda muslim yang tanpa sadar terseret arus sehingga terperosok ke gaya hidup yang tidak diridhoi Allah SWT. Demi sebuah eksistensi dan pengakuan dari lingkungan sosialnya, terkadang mampu menggerus kadar keimanan seseorang. Dari yang awalnya paham kalau sesuatu itu dilarang, lalu dengan pengaruh atau informasi dari luar, menjadi tidak masalah kalau sedikit, lalu benar-benar dilanggar.

Hidup menjadi semakin berorientasi pada kenikmatan duniawi ketika Al Qur’an dan Hadist yang seharusnya menjadi pegangan hidup, telah digantikan dengan referensi yang diklaim ciptaan manusia yang modern, sehingga bila ingin dianggap modern juga harus mau mengikutinya. Ini merupakan tantangan zaman para pemuda muslim, akan tetapi para pemuda muslim tak boleh berkecil hati, potensi seorang muslim sangat besar dalam menjalani kehidupan dunia yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Dengan tantangan pergaulan yang ada saat ini harus memotivasi untuk menjadikan ini sebagai ladang dakwah.

Dengan dakwah idelogis, yaitu dakwah yang menyadari realitas kerusakan  dan keterbelakangan masyarakat. Gerakan ini akan melihat realitas permasalahan yang ada serta melakukan kajian secara mendalam tentang solusi yang bersifat fundamental atau menyeluruh (taghyir al juduriy). Karakter dakwah bersifat ideologis alamiyah akan berbenturan dengan pemikiran lama, perasaan kolektif masyarakat, peraturan-peraturan dan para aparaturnya (sistem yang sudah ada) dengan pemikiran yang dibawa oleh entitas gerakan ideologis. Sebuah pertarungan pemikiran dan politik benar-benar terjadi, baik dalam warna yang terang maupun terkadang masih abu-abu. Dalam hal ini para pemuda muslim dapat menyampaikan dakwahnya dengan bergaul dan tetap menjalankan akhlak yang syar’i sebagai muslim, mengetahui pergaulan mana yang haram, halal dan mubah. Selain itu, para pemuda muslim harus memiliki beberapa hal agar menjadi pemuda ideal dalam pergaulan, antara lain: Ummatun Wâhidah, Ummatun Wasathan, Khairu Ummah, Baldatun Thoyyibatun, Ummatun Muqtashidah.

 

Ummatun Wahidah bahwa manusia dari dahulu hingga kini merupakan satu umat. Allah Swt menciptakan mereka sebagai makhluk sosial yang saling berkaitan dan saling membutuhkan. Mereka sejak dahulu hingga kini baru dapat hidup jika bantu membantu sebagai satu umat, yakni kelompok yang memiliki persamaan dan keterikatan. Karena itu dalam bergaul     para pemuda muslim harus menjadikan teman-temannya sebagai saudara yang saling menyayangi dan mengasihi. Ummatun wasathan, kata wasathan terdiri dari huruf wau, sîn dan tha’ yang bermakna dasar pertengahan atau moderat yang memang menunjuk pada pengertian adil. Dalam bergaul adil adalah hal yang harus dimiliki. Makna kelompok pertengahan (ummatun muqtashidah) adalah segolongan kelompok yang berlaku pertengahan dalam melakukan agamanya, tidak berlebihan juga tidak melalaikan. Sehingga dalam exis dan gaul harus mengetahui apakah itu mubah atau tidak, sehingga tidak dzalim.

Istilah khairu Ummah berarti umat terbaik atau umat unggul atau masyarakat ideal hanya sekali saja disebutkan diantara 64 kata ummah dalam Al-Quran yakni dalam surah Ali Imran: 110. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” Dalam ayat tersebut, dijelaskan kriteria-kriteria Khairu Ummah, yaitu menyuruh kepada ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Jadi dalam pergaulan harus tetap membawa syariat Islam di lingkungan tersebut. Baldatun Thoyyibah berarti mengacu kepada tempat, yaitu pemuda muslim harus menciptakan lingkungan yang baik dan jauh dari hal-hal yang dilarang agama.

Sebagai contoh  fashion karya designer busana islami terkemuka, seperti Dian Pelangi, Monika Jufry, dan Rya Baraba. Karena sebagai muslimah yang aktif, tentu diperlukan busana yang cocok dalam setiap acara, yang bisa membuat pemakainya tampil modis dan trendi namun tetap syar’i atau sesuai syari’ah. Mungkin kita bisa mengambil contoh dari Indari Mastuti, founder IIDN. Bagi pendiri Sekolah Perempuan, Indscript Copywriting dan Indscript Personal Branding tersebut, pilihan fashionnya yang syar’i sama sekali tidak menghalangi mobilitasnya, untuk terus bergerak, berkresi dan berprestasi. Sejumlah nama public figure lain dengan hijab syar’i dan kesantunannya dalam bersosialisasi juga bisa menjadi rujukan dalam memilih busana dan menunjukkan eksistensi diri tanpa meninggalkan identitasnya sebagai muslimah yang tidak melanggar aturan agama.

Dalam kehidupan kampus misalnya, para pemuda muslim bebas melakukan hal yang mubah seperti aktif berorganisasi, aktif dalam lomba-lomba akademik maupun non akademik, tidak ada batasan dalam proses mengembangkan diri. Jika dalam lingkungan masyarakat masih tidak dapat menerima syariat agama Islam misalnya hijab, para pemuda muslim dapat mencari lapangan pekerjaan lain, karena sejatinya masih banyak tempat yang dapat membawa kita menuju RidhoNya. Rezeki manusia telah diatur oleh Allah SWT, jadi tidak ada yang membatasi potensi pemuda muslim untuk tetap exis dan gaul tapi tetap dalam syariat Islam yaitu akhlak baik yang menunjukkan syar’i. Pada era digital ini tidak dapat dipungkiri teknologi semakin canggih, untuk mengikuti perkembangan zaman ini mari para pemuda muslim untuk tetap exis dan gaul sebagai seorang muslim yang membawa akhlak yang baik, tetap dalam koridor Islam untuk lingkungan dan kehidupan sehari-hari.

Penulis : Nabila Nur Mufida – PNJ 2015

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *